Jalani takdirmu, kunikmati
lukaku.
Bersamamu adalah cita-cita masa
lalu yang pernah aku perjuangkan tanpa ragu. Bersamamu adalah luka yang sengaja
kubuat dalam jatuh cinta setiap hari, tanpa aku sadari waktu membuat
determinasi yang menggagalkan semua rencana tanpa aku sepakati.
Mungkin benar bahwa jatuh cinta
adalah patah hati paling disengaja, jatuh cinta padamu adalah dimensi antara
senyum dan sakit hati, atau satu-satunya senyum yang dibuat untuk menutup
pura-pura di hati, karena kedatanganmu juga sudah diatur untuk pergi
Tangis riuh, melambai pada harapan yang telah
tumbang. Aku harap hujan segera turun, menemani air mataku yang jatuh beruntun.
Membasahi segala kepergian, melagukan gemericik kehilangan.
(Filosofi Patah
Hati)
Hadirnya rima dan
ritma dalam larik-larik puisi Chamal beriring dengan lekukan lorong panjang
dari nafas cinta dan rindu yang ingin ditampilkan lewat warna yang berbeda.
Nampak jelas sesekali muncul penggunaan bahasa yang figuratif (figurative
language), sehingga baik teks maupun metateks ingin menegaskan dengan
gamblang ada bayangan-bayangan pengalaman cinta dan rindu, entah yang
dibangunnya sendiri atau pun dalam tataran imagi.
.............................................................
Terlalu jauh kau menarikku dalam hidupmu, hingga dapat
kupastikan untuk kembali pun aku sudah tidak bisa. Tak akan pernah bisa. Menangis pun
rasanya percuma, untuk apa hujan kembali menetes setelah air mata berkata
kecewa?
Tak
ada yang perlu disesali di bagian ini, hanya fase di mana kita harus belajar
bertahan tanpa alasan. Jika kamu meninggalkanku tanpa karena, maka di sana aku
tetap menunggumu juga tanpa karena.
Atau
harus kuingatkan kembali tentang manisnya janji yang masih basah dalam kepala?
itu bukan caraku memintamu kembali mencintaiku atau menuduhmu tidak setia akan
janji. Ini derita yang benar-benar nyata setelah dihempas terbuang jauh
sendiri.
Sekali
lagi, aku memintamu untuk tidak bisu didiam kata, yang maknanya tak dapat aku
jamah selengkap jemari puisi tentangmu. hati ini tidak sanggup hidup dalam
hancurnya rindu bersama kepingannya. Menolehlah! siapa yang kau lihat di binar
matamu? karena yang kuharap, engkau menuntunku pulang tanpa sekian rasa yang
terjerat tinggal di kota sana.
Ini
bukan kecewa yang ingin kusampaikan melalui memarnya cerita di antara kita,
tapi tentang ulasan hasrat yang pernah kita ikat mengalahkan langit beberapa
inci.
Selayaknya
awan di langit, aku selalu memandangmu dari jauh seraya berdo’a agar tidak
pernah kehilangan dirimu. Karena selain menunggu, kau pernah menitip rindu yang
kujaga tanpa jeda waktu. Kini puisiku tumbang setelah benar-benar terjatuh
dalam kata maafmu, sudah tak bisa bangkit, apa lagi putar haluan.
……………………………………………………………………………