GURU PROFESI YANG PENTING UNTUK GENERASI SELANJUTNYA
Menjadi gurunya manusia Penulis adalah seorang mahasiswa yang besar di Fakultas Tarbiyah (Pendidikan), maka dari itu, selama 3,5 tahun duduk dibangku kuliah banyak sekali pengalaman dan teori seputar pendidikan, seperti apa pemikiran pendidikan yang berkembangan di Indonesia, hingga kondisi riil pendidikan di lingkungan sekitar. Melalui program KKN (Kuliah Kerja Nyata), PPL ( Praktik Pengalaman Lapangan), serta observasi langsung untuk tugas-tugas terkait penelitian, memberikan banyak pemahaman terhadap dunia pendidikan. Satu dari sejumlah pemikiran yang paling menarik dalam dunia pendidikan adalah posisi guru sebagai pendidik. Maka dari itu penulis ingin sekali membahasnya dalam artikel kali ini. Hopefully, you�ll enjoy it!
Guru merupakan actor yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Sebagai actor yang menjadi figure sentral dalam kegiatan belajar mengajar, guru diharapkan merupakan sesosok pribadi yang memiliki karakteristik kepribadian yang ideal. Maka dari itu, diberbagai belahan dunia lain yang pendidikannya lebih maju dibandingkan tanah air sendiri, profesi guru ini melalui proses yang sangatlah ketat. Seperti contoh, Negara Finlandia. Tidak mudah untuk menjadi guru di Finlandia. Dari sejak mulai kuliah, untuk masuk fakultas pendidikan harus bersaing sangat ketat. Dalam stigma masyarakat, Fakultas Pendidikan menjadi Fakultas paling bergengsi dibandingkan dengan fakultas lainnya. Dari rata-rata 7 pendaftar, hanya 1 pendaftar yang dapatlolos. Sampai disini kita melihat bagaimana system benar-benar memilih dengan baik para calon guru. Fakta berikutnya, bahwa dalam tatanan social, guru adalah profesiter hormat. Ada prestise dan kebanggan tersendiri bagi mereka yang menyandang profesi tersebut.Namun pada satusisi, para guru di Finlandia memiliki beban kewibawaan yang tinggi, bahkan bagi kegagalan seorang siswa dalam pembelajaran merupakan wujud dari kegagalan pegajaran yang mereka terapkan. Kembali pada ketatnya standart kompetensi yang tinggi dalam bursa pemilihan guru, sebenarnya ini bertujuan untuk menjaga kualitas dari pendidikan itu sendiri. Sebab, seperti konsepawal yang kita bicarakan, bahwa guru adalah sosok penting dan sentral dalam pendidikan. Dalam artian secara langsung guru memiliki dampak terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan yang berjalan.
Lalu seperti apa sih sebenarnya guru yang ideal itu? Dalam pemikiran pendidikan seorang Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan dan merupakan murid langsung dari Bobbi DePorter (Founder Quantum Learning), bahwa guru yang ideal sebenarnya adalah mereka yang dikenal sebagai Guru nya Manusia. Siapasih yang dikenal sebagai gurunya manusia? Bagaimana mendapat gelar ini? Apakah gelar ini diberikan oleh pihak berkuasa? Apakah ini gelar baru dalam dunia pendidikan? Tentu banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benak jika baru mendengar istilah tersebut.
Gurunya manusia, sebagaimana konsep pemikiran munifchatib, adalah guru yang memahami kompetensi siswa apapun kondisinya, guru yang mementingkan proses belajar dibandingkan hasil akhirnya, guru yang bersedia untuk selalu belajar, guru yang teratur membuat rencana pembelajara sebelum megajar, guru yang bersedia diobservasi, guru yang senantiasa tertantang untuk meningkatkan kreativitas, guru yang punya karakter baik, dan yang paling utama, dialah guru yang tidak pernah berhenti belajar. Semua itu adalah syarat untuk bias disebut sebagai gurunya manusia. Syarat utamanya adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar, dengan alasan bahwa belajar adalah kunci untuk tiga hal penting profesi guru; pradigma;cara; dan komitmen.
Pradigma guru sangat penting perkembangannya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi masa kini siswa. Sebagai manusia yang berkembang dengan pola dinamis, guru harus bisa menyesuaikan, sehingga apa yang dibutuhkan siswa dari guru dapat terpenuhi dan menimbulkan kepuasan dibenak para siswanya. Sebaliknya jika pradigma guru stagnan dan cenderung tetap, maka akan menimbulkan ketidak sesuaian interaksi antara guru dan murid. Guru bahkan tidak mampu memenuhi demand siswa dalam memncari jawaban-jawaban hidup sehingga berakibat siswa tidak puas dengan kehadiran guru tersebut. Imbas paling parah, siswa tidak memberikan penerimaan yang baik terhadap guru tersebut. Jika tahap penerimaan ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka tidak akan ada interaksi belajar mengajar yang positif kedepannya. Sebagaimana dijelaskan dalam konsep belajar mengajar, penerimaan adalah langkah awal dan dasar dari interaksi guru dan murid dalam suatu pembelajaran. Pradigma ini juga meliputi kerangka pemikiran guru terhadap proses belajar mengajar, cara menyampaikan, mengevaluasi, dan lain-lain.
Selanjutnya cara belajar megajar guru yang mesti sesuai dengan pradigma yang dipegangnya. Pengetahuan guru dan pradigma menjadi tak berguna jika guru tidak mengetahui cara mengajar yang tepat. Dengan tetap belajar dan memperkaya buku bacaan, merupakan strategi guru untuk mengetahui cara belajar mengajar yang beragam dan popular sesuai kondisi siswa.
Maka tinggalah guru memilih cara yang tepat untuk mengajar dengan mempertimbangkan segala aspek lain yang penting.
Bagian lainnya adalah komitmen untuk mempertahankan pradigma dan cara belajar mengajar yang dianggap tepat. Komitmen ini akan dapat terus dijalankan dengan guru yang yang tidak pernah berhenti belajar.
Ketiga aspek diatas nantinya yang membangun kemampuan pedagogic guru yang disertai dengan karakter disiplin, tanggungjawab dan pantang menyerah.Tiga sikap tersebut harus ada pada sosok seorang guru.
Munifchatib juga menjabarkan pemikirnya bagaimana seorang gurunya manusia itu ketika berhadapan dengan siswa-siswanya. Pendek kata adalah bagaimana cara mengajarnya seorang guru manusia. Uraiannya sebagai berikut
Dihadapan gurunya manusia, setiap anak adalah juara
Pada bagian ini, sangat tepat jika gurunya manusia harus berpradigma multiple intellegences dalam memandang siswa.
Meyakini bahwa setiap anak memiliki kecenderungan kecerdasan yang berbeda-beda dapat mencegah guru untuk berpandangan hitam putih terhadap siswanya. Pada akhirnya dalam kelas tidak ada landscape siswa bodoh atau siswa pintar.
Gurunya manusia mengajar dengan hati
Mengajar dengan hati, secara konsep itu mungkin mudah dikatakan, tapi pada implementasinya, tidak banyak guru yang mampu melakukannya.Jujur saja berdasar pengalaman pribadi sebagai siswa atau mahasiswa sekalipun, kitapasti memiliki guru yang disuka dan tidak disuka.Guru yang disuka, biasanya diharapkan kedatangannya dan kita sabar untuk menunggu.Sementara guru yang tidak disukai justru sebaliknya.
Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik masing- masing guru untuk bias membuat koneksi secara emosional dengan siswa. Guru yang murah senyum, menjawab pertanyaan siswa dengan penuh penghargaan, dan tidak membeda-bedakan kondisi siswa, tentu akan lebih dekat terhadap siswa. Dan semua itu hanya bisa dilakukan jika guru mengajar dengan hati, ikhlas dan benar-benar hadir sepenuhnya ditengah tengah siswa.
Gurunya manusia memiliki tafsiran luas dalam memahami kemampuan siswa
Kembali pada konsep multiple intellegences, bahwa gurunya mausia tidak hanya mementingkan kecerdasan kognitif, sebagaimana masyarakat dan orang tua kebanyakan berpandangan.
Gurunya manusia memiliki pemahamnan bahwa siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kemampuan siswa adalah bahan bakar untuk kesuksesannya, dan guruya manusia adalah pemantik agar bahan bakar itu bisa menyala dan siswa berkembang pada aspek yang menjadi dominannya.
Gurunya manusia tidak henti-hentinya menjelajah kemampuan siswa
Konsep sebelumnya bahwa kemampuan siswa berbeda-beda. Dan karena kemampuan ini tidak tertulis meskipun dibawa sejak lahir, gurunya manusia harus mampu menganalisa jenis bahan bakar apa yang ada dalam diri siswanya.
Maka dari itu, gurunya manusia tidak henti-henti mencari data tentang siswanya, menganalisa, mengobservasi, berdiskusi dengan orang tua siswa untuk bias mengetahui daerah yang menjadi dominan seorang siswa.
Gurunya manusia megajar dengan cara yang menyenangkan
Sekolah mesti harus menyenangkan karena pada dasarnya secara psikologi, tidak ada manusia yang menyukai ketidak senangan, sakit dan kesedihan. Lagipula, secara historis sekolah adalah taman siswa, berdasar pemikiran K. Hajar Dewantara, yang dimana beliau dengan kata �Taman� meunjukkan bahwa sekolah adalah temat yang menyenangkan. Namun dewasa ini sering kali kita bosan dalam kelas, malas sekolah hingga sekolah yang tidak ubahnya penjara.
Gurunya manusia adalah sang fasilitator
Bagi gurunya manusia, pembelajaran bukan hanya menuangkan air kedalam cangkir melainkan ia menuangkan air pada tanaman. Gurunya manusia mendorong siswa untuk bertanya bahkan melakukan percobaan. Disini penting bagi gurunya manusia agar siswa bukan hanya �tau apa� melainkan juga �bisaapa�.
Pada akhirnya Gurunya Manusia bukanlah gelar seperti sarjana, melainkan ini adalah konsep pemikiran yang diberikan seorang pemikir pendidikan untuk mewujudkan sosok guru ideal.Gelar ini tidak perlu dicari atau bahkan didapatkan, bagian pentingnya adalah kita mampu mengaplikasikan teori yang telah dibicarakan, agar setidaknya kita mendekati pada diri guru yang ideal itu.
Ada banyak sekali konsep guru dan pembelajaran yang beredar dalam teori pendidikan, namun pada akhirnya, bagian pentingnya adalah implementasi dari teori tersebut.
At last, salam hangat dari penulis, semoga kita bias menjadi sosok Gurunya Manusia.
Tags:
artikel